ICUDDR-Logo click for home.

< Back to All Resources

Perspectives Of Clients And Providers On Factors Influencing Opioid Agonist Treatment Uptake Among HIV-Positive People Who Use Drugs In Indonesia, Ukraine, And Vietnam: HPTN 074 Study

Developed by Indonesia ITTC

Published on 10/1/2020

Introduction



Pendahuluan



Despite well-documented benefits of opioid agonist treatment (OAT), there are still many barriers that diminish its potential benefits. Coverage with OAT and needle and syringe programs (NSP) remains poor at the global level, especially in the regions with the largest populations of people who inject drugs (PWID) (East and Southeast Asia, Eastern Europe, and North America). Current OAT coverage is insufficient to impact the epidemics of HIV and hepatitis C among PWID in many countries.



Meskipun manfaat pengobatan agonis opiod (OAT) telah banyak diketahui, masih banyak hambatan yang menghilangkan manfaat tersebut. Cakupan OAT dan NSP tetap rendah di tingkat global, khususnya di wilayah dengan populasi penasunyang tinggi (Asia Timur dan Asia Tenggara, Eropa Timur, dan Amerika Utara). Cakupan OAT terkini masih belum cukup untuk mengurangi laju epidemic HIV dan Hepatitis C pada penasun di banyak negara.



 



A better understanding of factors that may affect initiation and retention in opioid agonist treatment among PWID living with HIV from both provider and PWID participant perspectives and across several countries might provide valuable insight into intervention components needed to improve OAT uptake and adherence.



Pemahaman yang mnyeluruh mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi inisiasi dan retensi ke dalam OAT pada penasun dengan HIV dari perspektif penyedia layanan dan penasun serta dari bebagai negara dapat menjadi masukan yang berharga bagi komponen intervensi yang diperlukan untuk meningkatkan cakupan dan kepatuhan OAT.



 



In HPTN 074, we conducted two rounds of qualitative interviews with study participants and health[1]care providers to explore feasibility, sustainability, and strengths and weaknesses of the intervention in addressing barriers and/or enhancing facilitators among PWID living with HIV. In this paper, we present an analysis of the baseline qualitative data to describe multilevel barriers to and facilitators of OAT uptake among PWID’ and providers’ perspectives across three sites.



Dalam studi HPTN 074, kami melaksanakan 2 kali wawancara kualitatif terhadap partisipan penelitian dan penyedia layanan untuk mengetahui kelayakan, keberlangsungan, dan kekuatan serta kelemahan dari intervensi studi dalam menangani hambatan dan/atau meningkatkan faktor pendukung pada penasun dengan HIV. Dalam artikel ini, kami menampilkan analisa data kualitatif baseline untuk menjelaskan hambatan multilevel dan faktor pendukung terhadap serapan OAT berdasarkan perspektif penasun dan penyedia layanaan di ketiga site.



 



 



Methods



Metode Penelitian



To evaluate the feasibility of the HPTN 074 integrated intervention, two rounds of in-depth interviews were conducted with study participants (PWID living with HIV) randomized to the intervention group and their healthcare providers (physicians and counselors/system navigators implementing the intervention) across three study sites (Kyiv, Ukraine; Tai Nguyen, Vietnam; and Jakarta, Indonesia)]. We present data from the first round of the qualitative interviews conducted in June 2015–March 2016, which was 1–3  months after each participant had enrolled in the trial and had completed introductory intervention sessions.



Untuk mengevaluasi kelayakan intervensi terintegrasi dari studi HPTN 074, 2 tahap wawancara mendalam dilaksanakan pada partisipan penelitian (penasun dengan HIV) yang masuk ke dalam kelompok intervensi dan penyedia layanan kesehatan mereka (dokter dan konselor/navigator system yang melaksanakan intervensi)di ketiga site (Kyiv, Ukraina; Thai Nguyen, Vietnam; dan Jakarta, Indonesia). Kami menampilkan data dari wawancara kualitatif tahap pertama yang dilaksanakan pada bulan Juni 2015 – Maret 2016, sekitar 1 – 3 bulan setelah setiap partisipan masuk ke dalam penelitian dan telah menyelesaikan sesi pengenalan intervensi.



 



Each site in the HPTN 074 study purposively sampled seven to ten healthcare providers for the interviews, including infectious disease and addiction physicians from HIV and addiction treatment clinics, and all study counselors/systems navigators (SNs) across all three sites, who provided intervention sessions and support to the intervention participants. In addition, each site selected 7 to 15 PWID living with HIV, of those who had been randomized to the intervention arm.



Masing-masing site dalam studi HPTN 074 mengambil sampel, secara purposive, sekitar tujuh sampai 10 orang penyedia layanan kesehatan untuk diwawancara, termasuk dokter adiksi dan penyakit menular dari klinik pengobatan adiksi dan HIV, dan seluruh konselor studi/navigator system di ketiga site, yang memberikan sesi intervensi dan dukungan kepada partisipan intervensi. Sebagai tambahan, masing-masing site memilih 7 sampai 15 penasun dengan HIV, yang terandomisasi masuk ke dalam kelompok intervensi.



 



Results



Hasil Penelitian



Barriers to OAT uptake by PWID living with HIV



Hambatan terhadap serapan OAT bagi penasun dengan HIV



Overall, PWID and their healthcare providers across all sites reported numerous, similar barriers to OAT initiation, although there were some country-specific differences, like:



Secara keseluruhan, penasun dan penyedia layanan kesehatan di ketiga site melaporkan sejumlah hamabtan yang sama dalam inisiasi OAT, meskipun terdapat perbedaan yang spesifik site, seperti:




  1. Complicated entry to OAT program (Akses masuk ke program OAT yang rumit)

  2. Problematic clinic access (Akses menuju klinik yang problematik)

  3. Financial barriers (Hambatan keuangan)

  4. Social stigma toward PWID (Stigma sosial terhadap penasun)

  5. Lack of information about OAT (Kurangnya informasi mengenai OAT)

  6. Negative opinion of methadone treatment (Opini negatif terhadap metadon)

  7. Other barriers related to drug use (Hambatan lainnya terkait penyalahgunaan NAPZA)

  8. Fear of drug interactions (Ketakutan akan interaksi obat)



 



Facilitators



Faktor pendukung



PWID and providers across all sites reported far fewer facilitators than barriers to substance use treatment uptake:



Penasun dan penyedia layanan kesehatan di ketiga site melaporkan sedikitnya faktor pendukung dibandingkan dengan hambatan terhadap serapan pengobatan penyalahgunaan NAPZA:




  1. Internal motivation for a life change (Motivasi internal untuk perubahan dalam hidup)

  2. Social support (Dukungan sosial)



 



Discussion



Diskusi



Overall, both PWID and healthcare providers at all sites reported similar structural barriers to OAT initiation and retention. To improve OAT accessibility, it is necessary to set flexible inclusion criteria to ensure PWID immediate access to treatment and eliminate waiting lists. Financial barriers to OAT were apparent at all sites. For OAT sites, one recommendation is to develop a checklist to ask clients about potential financial barriers and to develop strategies to address these barriers. On the structural level, expanding prescription OAT and take-home doses, which are a known predictor of retention in OAT programs, is highly recommended for stabilized patients.



Secara keseluruhan, baik penasun maupun penyedia layanan kesehatan di ketiga site melaporkan kemiripan dalam hambatan struktural pada inisiasi dan retensi OAT. Untuk meningkatkan aksesibilitas OAT, hal yang penting adalah menentukan kriteria inklusi yang fleksibel untuk menjamin akses cepat bagi penasun ke dalam layanan dan menghilangkan daftar tunggu. Hambatan keuangan terkait OAT nampak jelas di ketiga site. Untuk site OAT, rekomendasinya adalah mengembangkan daftar tilik yang menanyakan klien terkait hambatan keuangan yang potensian dan mengembangkan strategi untuk mengatasi hambatan tersebut. Pada level struktural, memperluas peresepan OAT dan dosis bawa-pulang, yang diketahui sebagai prediktor retensi dalam program OAT sangat direkomendasikan untuk pasien yang stabil.



 



Insufficient coverage with OAT in all three countries is a pressing issue. Decentralization of OAT services and their integration in primary care, as well as it’s availably at HIV and TB treatment sites are another potential solution. Social stigma toward PWID (including OAT patients) reported by both PWID and providers. Our data indicate the need for informational campaigns and community-level interventions to change societal attitudes and counter stigma associated with addiction and OAT (especially with methadone) in all three countries and to ensure community support for those PWID who plan to initiate OAT.



Cakupan OAT yang rendah di ketiga site menjadi isu yang sangat penting. Desentralisasi layanan OAT dan integrasinya ke dalam pusat layanan kesehatan primer, sekaligus ketersediaannya pada klinik pengobatan HIV dan TB merupakan salah satu solusi potensial. Stigma sosial terhadap penasun (termasuk pasien OAT) dilaporkan baik oleh penasun dan penyedia layanan. Data yang kami miliki mengindikasikan kebutuhan akan kampanye informative dan intervensi tingkat masyarakat untuk merubah perilaku masyarakat dan menampik stigma yang terkait dengan adiksi dan OAT (khususnya metadon) di ketiga negara dan untuk menjamin dukungan masyarakat terhadap penasun yang berencana menginisiasi OAT.



 



To overcome the lack of information on OAT, utilizing drug users’ networks to deliver information about OAT may be an effective strategy to address both misconceptions of methadone and lack of information about drug treatment services. Patient and provider communication about OAT treatment goals may reduce patient frustration, uncertainty, and fears of “lifelong treatment.” Improving such communication is important to provide social support to the patients, debunk the myth of the dangers of methadone, explain drug interaction, and ensure that methadone dosage is sufficient, especially for people on ART.



Untuk menangani kurangnya informasi akan OAT, menggunakan jejaring penasun untuk menyampaikan informasi terkait OAT merupakan strategi efektif untuk menjawab pemahaman yang salah terkait metadon dan kurangnya informasi mengenai layanan pengobatan adiksi. Komunikasi pasien dan penyedia layanan kesehatan mengenai tujuan OAT dapat mengurangi rasa frustasi pasien, ketidakpastian, dan ketakutan akan “pengobatan seumur hidup.” Memperbaiki komunikasi tersebut menjadi hal penting sehingga dapat memberikan dukungan sosial kepada pasien, menyanggah mitos tentag bahaya metadon, menjelaskan interaksi obat, dan menjamin bahwa dosis metadon sudah cukup, terutama pada pasien yang mengkonsumsi obat ART.



 



Conclusion



Kesimpulan



These results highlight a need for support for PWID to initiate and retain in drug treatment. To expand OAT in all three countries, it is necessary to facilitate access and ensure low-threshold, financially affordable OAT programs for PWID, accompanied with supporting interventions. PWID attitudes and beliefs about OAT indicate the need for informational campaigns to counter misinformation and stigma associated with addiction and OAT (especially methadone).



Hasil penelitian ini menekankan adanya kebutuhan akan dukungan bagi penasun untuk menginisiasi dan tetap berada dalam pengobatan adiksi. Untuk memperluas layanan OAT di ketiga negara, penting untuk memfasilitasi akses dan memastikan ambang batas rendah, program OAT yang terjangkau secara financial bagi penasun, disertai dengan intervensi pendukung. Sikap dan keyakinan penasun tentang OAT mengindikasikan kebutuhan akan kampanye yang informative untuk menangkal informasi yang tidak tepat dan stigma yang terkait dengan adiksi dan OAT (khususnya metadon).


https://www.hptn.org/research/publications/939

Materials

 

Related Topics


This product was developed by this Center under previous funding as part of the Addiction Technology Transfer Center Network through the President's Emergency Plan For AIDS Relief (PEPFAR)/Substance Abuse Mental Health Administration (SAMHSA).